Pages

Madre di Tangan Dee.

Rabu, 28 Desember 2011

"Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari?
Darah saya mendadak seperempatTionghoa,
Nenek saya seorang penjual roti, dan dia,
Bersama kakek yang tidak saya kenal,
Mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre."



Adalah Tansen, seorang pemuda dewasa yang biasa hidup dengan kebebasan. Dalam sekejab hidupnya berubah drastis  penuh keterikatan. Berawal dari sebuah kematian, Saat pria berkulit gelap, rambut gimbal,kaus tanpa lengan dan jins sobek-sobek itu berada di TPU etnis Tionghoa. Tentu saja ini pemandangan kontras. Tan Sin Gie, jenazah yang telah hidup selama 93 tahun itulah yang menjembatani takdirnya di tempat itu dan memilihnya sebagai ahli waris keluarga Tan. Adalah Pak Hadi yang ia temui dan menolongnya keluar dari kubangan kebingungan yang melumpuri jiwanya. Pria paruh baya yang menjelaskan siapa ia sebenarnya dan  memperkenalkannya pada Madre, anggota keluarga baru yang tidak pernah ia tahu. Dan betapa terkejutnya Tansen saat mengetahui bahwa Madre hanyalah sebuah adonan biang untuk membuat roti. Sedang ia sendri, apa yang ia ketahui tentang roti?

Tansen bersikeras tetap ingin kembali pada dunianya yang bebas. Tak ia gubris rasa kecewa yang selalu memenjara wajah Pak Hadi, namun bukan Pak Hadi jika tidak bisa menaklukkan hati Tansen. Perlahan Pak Hadi mencoba meyakinkannya bahwa Madre telah memilihnya untuk menjadi seorang koki roti. Dan Tansen tetap jengah dengan kerasnya hati pria tua itu dalam meyakinkannya. 

Hidup dengan monoton dan ritme yang itu-itu saja, terang saja membuat Tansen kelimpungan. Selam di Jakarta, ia tidak tahu harus berbuat apa. Kebosanan ia tikam dengan menuliskan pengalaman-pengalaman serunya dalam sebuah blog. 

"Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari?
Darah saya mendadak seperempatTionghoa,
Nenek saya seorang penjual roti, dan dia,
Bersama kakek yang tidak saya kenal,
Mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre."

Blog ini kemudian dibaca oleh seorang gadis cantik bernama Mei. Ia begitu tertarik dengan Madre. Setelah komunikasi antara Mei dan Tansen terjalin. Baru Tansen tahu jika ternyata pembaca setia blognya itu adalah seorang pengusaha roti terbesar di Jakarta. Sampai suatu hari,Mei memberikan penawaran dilematis kepada Tansen. Ia ingin membeli Madre seharga seratus juta rupiah. Tansen tergiur. Ia ceritakan pada Pak Hadi. Lelaki tua itu tampak begitu sedih dan kecewa. Jika Madre dijual, maka habislah sejarah sebuah roti tua. Sebagai anak muda, Tansen mengerti benar gemuruh gelisah di wajah Pak Hadi. Ia pun mengurungkan niatnya untuk menjual Madre. Mei tidak kecewa, justru ia menawarkan proyek kerja sama yang lain; mengorder roti kepada Tansen. Lantas...

***
Ah, rasanya tidak adil jika aku menceritakan keseluruhan salah satu cerita dalam buku ini. Ya, buku ini berisi 13 karya fiksi dan prosa pendek. Ditulis oleh seorang perempuan yang namanya cukup tersohor di negeri ini.  Siapa yang tidak kenal dengan Dewi Lestari atau Dee. Seorang penulis muda perempuan yang karya-karya selalu menarik perhatian. Dee, selalu sederhana dengan gaya bertuturnya. Kita tak perlu mengeryitkan dahi ketika menekuni kata-kata yang ia torehkan. Meski tergolong populer, tapi karya-karya Dee memiliki muatan filosofi yang meninggalkan kesan di hati pembacanya. Ia tidak sembarang menulis. Ia menulis dengan keyakinan yang mendalam. Finally, jika anda ingin merasakan pesona Dee, maka Madre adalah sebuah pilihan yang tepat untuk merenungi pelbagai hal yang sering kita lupakan. Selamat membaca!

1 komentar:

  1. Unknown mengatakan...:

    Benar-benar keren cerita Madre ini. Dari awal selalu memberikan kejutan-kejutan. Setelah membacanya semangat kita untuk berusaha kembali bangkit.
    Baca bukunya, gak nyesal pokoknya.

Posting Komentar

 
Sang Penandai © 2011 | Designed by Bingo Cash, in collaboration with Modern Warfare 3, VPS Hosting and Compare Web Hosting